Share Status Bahagia, apa salahnya?


Bagiku, sih, ya. Wajar aja ya, ketika seseorang SESEKALI berbagi kebahagiaan via sosmed. Cerita tentang kehamilan, tingkah lucu anak, makanan enak, apapun itulah, asal ga kelewatan dan ga merugikan orang lain, atau mencemar nilai keagamaan. 


Husnudzan aja, mungkin maksudnya ingin kasih kabar gembira buat teman-teman dan kerabat yang ga bisa ketemuan secara langsung. 

Status bahagia kan lebih nyenengin dibaca ketimbang status misuh-misuh, keluhan seolah dia orang paling ngenes di dunia misalnya. Atau status kritik kanan kiri ga jelas dan tanpa solusi. Atau status munkar "Selamat ultah WUYATB" dan semacamnya, padahal yang nulis udah 'menua' di pesantren. 

Jadi menurutku ga usah lah, terlalu nyinyirin status-status kebahagiaan seseorang. Meskipun kadang caranya bikin kita risih. Ikutlah berbahagia bersama kebahagiaan orang lain. 

Nyatanya, kadar kemupengan seseorang itu relatif. Anda cerita panen mangga, bagi ibu ngidam itu sudah nikmat yang bikin ngiler. Anda upload sambel terasi, pecinta pedes bisa jadi kepingin.
Foto di pesawat, tentu ada yang mupeng. Foto naik becak, juga pasti bikin kangen masa kecil. 

Buang suudzan dari pikiran. Kita ga tau isi hatinya. Kalaupun belum kebagian nikmat seperti yang dia punya, jangan bersempit hati, berdoalah, minta karunia yang serupa. 

Atau, tanyakan pada hatimu, apa tujuanmu memvonis seseorang pamer, riya', sum'ah, ujub...? Padahal yang mengetahui isi batinnya hanyalah Allah. "Hai, hati, apa kabarmu hari ini?"

MJ

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Share Status Bahagia, apa salahnya?"

Post a Comment