Kasih Hakiki Seorang Ayah

Jaman di pesantren dulu, kalau Papah dateng buat menjenguk bulanan, pesennya cuma satu: "Belajar yang baik yaa..."

Begitu saya merantau ke Jakarta -prosesnya panjang, sempet ga dibolehin-, sudah lebih dewasa, ngekos, dan seharusnya lebih mandiri. Pesen Papah malah makin panjang listnya: "Belajar yang rajin", "hati2 naik tangga kosan", "hati2 nyeberang jalan", "jangan pergi jauh-jauh", "jangan pulang malem", hati2, jangan... Selalu ga jauh2 dari itu.

Bahkan ketika sudah akan menikah, beliau memastikan bahwa tidak ada kontak apapun antara saya dengan calon suami, pengawasan makin ekstra.

Kesimpulannya, inilah ikatan kasih sayang antara ayah dan anak, perempuan terutama. Mengingat bagaimana konsekuensi memiliki anak perempuan adalah antara surga dan neraka.

Di pesantren, seorang ayah menitipkan putrinya kepada suatu lembaga yang bertanggung jawab, aman dari gangguan luar maupun dalam, 'terjaga' di penjara suci, menjadi gadis pingitan.

Kemudian, kekhawatirannya justru akan bertambah ketika anak gadisnya hidup mandiri dan bebas si tanah rantau. Karena hal itu lebih mempersulit  jaminan keamanannya. Takut terjebak pergaulan negatif, khawatir bahaya dari 'orang baik', 'kelihatannya baik', maupun 'orang jahat', secara lahir maupun batin.

Jangan mengeluh ketika orangtua terlalu over protective. Mau tak mau, kita ada di bawah tanggung jawab mereka. 
Menjadi orang tua tidaklah mudah, jadi patuhi apa yang mereka minta, selama dalam koridor halal dan syar'i. 

Jangan mengeluh ketika dilarang pacaran, jangan suudzon ketika orang tua kepo. Mereka hanya memastikan anak gadisnya aman dari lelaki ABC (alligator, buaya, crocodile).

Semoga Allah menjaga beliau, mengaruniakan kesehatan yang sempurna, dan kelak menghadiahkan surga baginya, aamiin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kasih Hakiki Seorang Ayah"

Post a Comment