Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2025

Rumah Yang Sepi, Kepala Yang Ramai

Akhir-akhir ini aku merasa sumpek. Rasanya rumah makin penuh, padahal tidak ada barang baru yang dibeli. Tapi setiap sudut terasa sesak. Lemari seperti tumpah, laci tak lagi bisa tertutup rapi, dan lantai makin sempit dijejali barang yang entah kapan terakhir kali dipakai. Aku coba duduk sejenak, memikirkan keadaan sekitar. Di rak pojok, ada sepatu lama yang sudah bertahun-tahun tidak disentuh. Bukan karena rusak, tapi karena sudah tidak cocok lagi digunakan. Di dalam kotak, buku pelajaran anak-anak dari tahun ajaran lalu masih tersimpan rapi. Tidak akan dibaca lagi, tapi rasanya sayang untuk dibuang. Di dapur, blender rusak masih ada di pojokan lemari, meskipun sudah punya yang baru. Dan itu belum seberapa. Ada mainan anak yang sudah hilang sebelah, baju yang tak pernah muat lagi, kabel-kabel tanpa fungsi, bahkan email-email lama yang tak pernah dibuka. Semua diam di tempatnya, tapi rasanya bising. Lama-lama aku sadar, mungkin bukan cuma rumah ini yang butuh dibereskan. Aku juga. Isi ...

Menulis Meski Sepi

Gambar
Impianku sejak dulu adalah menjadi seorang penulis. Seseorang yang tulisannya dibaca, dikenal, dijadikan inspirasi, berbagi wawasan, dan bisa mengubah pola pikir orang lain menjadi lebih baik. Aku bahkan berharap bisa menulis sebuah buku dan membagikan tanda tanganku pada para penggemar.  Namun kenyataannya, sampai sekarang aku hanyalah penulis sunyi. Blogger yang tidak dikenal orang. Tulisan-tulisanku belum mampu menarik banyak pembaca untuk kembali. Sepi, tanpa komentar dan umpan balik. Bahkan, ada beberapa artikel di blogku yang sama sekali tidak dibaca. Sedih? Jangan ditanya. Setiap penulis pasti berharap suaranya bisa menggema dan sampai ke banyak orang. Tapi suaraku seperti tenggelam di tengah debur ombak. Seperti bicara pada tembok—tak terdengar, apalagi mendapat jawaban. Aku sadar, mungkin tulisanku memang belum “menjual”. Curhatan sehari-hari dengan gayaku tidak selalu diminati. Bayangkan saja, harus membaca keluhan orang yang tidak kamu kenal dan hidupnya tak berkaitan de...

Mengapa Aku Tidak Menyetrika Hari Ini

Gambar
Hari ini, aku kembali tidak menyetrika. Rutinitas yang biasanya kulakukan sekali sepekan itu—lagi-lagi—kuabaikan. Bukan karena tumpukan baju itu tak tampak, bukan pula karena suami dan anak-anakku tidak membutuhkan seragam yang rapi. Pekan ini, aku hanya ingin memilih diriku sendiri. Kali ini, aku memilih untuk sedikit bersantai. Tidak melakukan pekerjaan yang tidak benar-benar harus kulakukan saat ini juga. Pakaian anak-anak dan suamiku di lemari masih banyak. Seragam mereka...? Mudah saja, kusetrika dadakan setengah jam sebelum mereka berangkat. Memilih tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga atau laundry berarti aku siap mengurus hampir semua pekerjaan di rumah—tentu saja, karena suamiku sudah cukup sibuk bekerja di luar. Namun kesiapan mental juga ada masa soak-nya, ibarat baterai yang kadang butuh diisi ulang. Semangatku seperti alat elektronik yang bisa ngebul juga kalau dipaksa terus-menerus. Aku merasa bahwa rasa malas itu manusiawi—bukan bermalas-malasan. Aku masih tetap m...

10 Pelajaran Akhlak dari Al-Qur'an

Gambar
Al-Fatihah + Adh-Dhuha-An-Naas Akhlak Pertama: Meminta hidayah dan pertolongan hanya kepada Allah Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:  اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ  “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.”  (QS. Al-Fātiḥah [1]: 5) اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ  “Tunjukilah kami jalan yang lurus.”  (QS. Al-Fātiḥah [1]: 6) Penjelasan: Memohon pertolongan adalah bagian dari ibadah. Makna ibadah adalah: "Ismun jāmi‘ li kulli mā yuḥibbuhullāhu wa yardhāh" (Nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridai Allah). Hidayah yang diminta adalah segala bentuk petunjuk yang menjauhkan dari kesesatan. Doa ini sangat penting hingga diwajibkan dalam setiap salat. Hidayah ada dua: Petunjuk menuju kebenaran (masuk Islam). Petunjuk untuk tetap berada di atas kebenaran (mengamalkan syariat Islam). Akhlak Kedua: Tidak menolak orang yang meminta (baik harta maupun ilmu) Allah Subhanahu wa Ta'ala berf...

Hari Ini Aku Sedang Tidak Ingin Menulis

Gambar
Hari ini aku sedang tidak ingin menulis… Padahal banyak hal yang ingin kuceritakan hari ini. Ada kejadian lucu yang mengundang tawa. Ada hal menyebalkan yang membuat mood -ku memburuk. Ada hal menyenangkan yang ingin kutuangkan dalam kata. Namun, kembali lagi, aku sedang tidak ingin menulis apa pun. Artinya, aku sedang tidak ingin membagikan apa pun dalam tulisanku hari ini. Yang kutulis di sini hanyalah kata-kata kosong, yang mungkin membosankan dan akan membuatmu melewatkannya tanpa perlu menebak apa yang akan kutulis di belakang. Padahal ini baru hari keempat aku memutuskan untuk menulis setiap hari selama empat bulan! Baru 3% dari 123 hari yang kutentukan sebagai target. Lucu, bukan? Di satu sisi aku benci pada inkonsistensi. Tapi di sisi lain, sepertinya aku tidak se- perfectsionis itu. Pernah tidak, saat kamu berbicara di depan beberapa orang, yang awalnya kamu sangat excited untuk bercerita, mendadak di tengah jalan kamu bosan dan ingin berhenti? Jika bukan karena orang-o...

Suara Kecil yang Sering Terlupakan

Gambar
  Di antara kesibukan memvalidasi perasaan sensitif putri remajaku dan meladeni putra bungsu yang selalu menempel tiada henti, ada suara kecil yang kerap tak terdengar—atau mungkin kuabaikan: anak tengahku. Sifatnya cenderung keras, suka mendebat, banyak menawar aturan, dan sering manja layaknya balita. Sederhananya, ia masih terlalu kecil untuk dikatakan mandiri, namun postur tubuhnya yang tinggi membuatnya terlihat terlalu besar untuk selalu dilayani. Dilema seorang anak tengah—sebagaimana banyak orang tahu dan banyak dialami—ibarat hidup dalam bayang-bayang. Dituntut untuk menuruti Sang Kakak yang lebih senior, sekaligus harus mengalah pada Sang Adik yang masih kecil. Ia harus membagi sikap: sopan pada yang tua, mengasihi yang muda. Padahal, di usianya, itu jelas tidak mudah. Dalam keramaian rumah setiap hari, aku sering merasa seperti wasit di antara anak-anakku. Menjadi tempat mengadu saat mereka saling berargumen, bahkan saling memukul. Si Tengah nyaris selalu menjadi finalis...

Mendengar Isi Hati Orang Dalam Sehari

Gambar
Sebagai seorang melankolis yang mengedepankan perasaan, aku sering membayangkan perasaan orang lain setelah berbincang dan bertemu denganku. Apakah ia merasa senang, tidak nyaman, ataukah pertemuan denganku seperti angin lewat yang tak berkesan?  Membayangkan dapat mendengar suara hati orang lain selama sehari, rasanya cukup menarik bagiku.  Aku akan tahu apakah anak gadisku membantah dalam hatinya, sementara mulutnya diam demi mencegah perdebatan antara kami makin panjang. Aku akan tahu rasa sedih anak lelakiku saat aku berkata padanya untuk tidak banyak menawar aturan yang kubuat, atau ketika aku menghukumnya dengan mengurangi waktu screen-time-nya.  Aku akan bisa memahami kecewa putra bungsuku saat aku melarangnya memakan donat ketiganya hari ini. Aku tahu ia tak akan paham bahwa aku melarangnya untuk membatasi asupan gula.  Aku mungkin bisa lebih banyak memaklumi sikap cuek suamiku sesekali, saat mengetahui berapa banyak beban pikiran yang tidak bisa ia ceritakan...

Saat Suami dan Anak-anak Menjadi Pendengarku Satu-satunya

Gambar
Rasanya, seingatku, dulu aku bisa duduk mengobrol berjam-jam—beramai-ramai di teras asrama pesantren atau balkon kosan. Bahkan dengan posisi berbaring menjelang tidur, saat kantuk tak kunjung datang, obrolan tetap mengalir. Sekarang, pendengar setia obrolan harianku hanya empat orang terdekat: suami dan anak-anakku. Dekat secara emosional, dan juga secara jarak. Suamiku, dengan segala kesibukannya di luar rumah sejak pagi hingga petang, tetap menjadi telinga utama yang kurecoki dengan berbagai cerita. Tentang anak-anak, cerita acak dari media sosial, keresahanku dalam sehari, bahkan komentar netizen di reels random yang mengundang gelak tawa. Ia mendengarkan ucapanku yang sering kali dihiasi printilan emosi yang datang dan pergi. Meski mungkin tak banyak yang ia ingat, entah bagaimana hati terasa tenang. Ia seperti kotak tempat semua cerita disimpan, sahabat setia yang menampung segala rahasia sejak aku kecil, tumbuh dewasa, hingga kini menjadi ibu beranak tiga. Kesibukan rumah ta...