Mendengar Isi Hati Orang Dalam Sehari
Sebagai seorang melankolis yang mengedepankan perasaan, aku sering membayangkan perasaan orang lain setelah berbincang dan bertemu denganku. Apakah ia merasa senang, tidak nyaman, ataukah pertemuan denganku seperti angin lewat yang tak berkesan?
Membayangkan dapat mendengar suara hati orang lain selama sehari, rasanya cukup menarik bagiku.
Aku akan tahu apakah anak gadisku membantah dalam hatinya, sementara mulutnya diam demi mencegah perdebatan antara kami makin panjang.
Aku akan tahu rasa sedih anak lelakiku saat aku berkata padanya untuk tidak banyak menawar aturan yang kubuat, atau ketika aku menghukumnya dengan mengurangi waktu screen-time-nya.
Aku akan bisa memahami kecewa putra bungsuku saat aku melarangnya memakan donat ketiganya hari ini. Aku tahu ia tak akan paham bahwa aku melarangnya untuk membatasi asupan gula.
Aku mungkin bisa lebih banyak memaklumi sikap cuek suamiku sesekali, saat mengetahui berapa banyak beban pikiran yang tidak bisa ia ceritakan padaku.
Aku mungkin lebih bisa berempati pada perasaan orang tua, saudari, dan keluarga terdekatku di kampung halaman saat kami harus kembali ke tanah rantauan. Apakah mereka berharap kami bisa segera berkunjung dalam satu atau dua bulan lagi?
Mungkin, jika bisa mendengar perasaan orang lain, aku tahu bagaimana pendapat tetanggaku melihat teras rumahku --yang kadang seperti kapal pecah karena hasil kreasi anak-anakku. Kira-kira, apakah mata mereka terganggu, atau bahkan sama sekali tidak terlihat?
Jika dalam sehari aku bisa mendengar isi hati orang lain. Aku ingin tahu apakah kasir minimarket sedih saat aku menolak tawarannya untuk membeli murah barang yang tak kubutuhkan? Atau mereka sudah terbiasa dengan penolakan?
Bagaimana jika dengan kemampuan itu aku malah mendengar hal mengerikan? Seperti rencana buruk seorang maling, umpatan dalam hati saat ada perselisihan di jalan, atau kesah tiada henti orang yang hidup dalam dunia yang keras?
Jika mengingatnya, sepertinya aku tak benar-benar ingin bisa membaca pikiran orang lain. Rasanya akan sangat sesak saat melihat seseorang tersenyum lebar dan tertawa, namun aku tahu bahwa hatinya tercabik dan ia tak mampu bercerita.
Rasanya aku akan lebih menikmati mendengar kisah yang ingin orang katakan kepadaku, melihat sikap yang ingin mereka tampilkan, tanpa merasa bersalah telah membaca rahasia terdalam seseorang.
Begitulah Allah menciptakan pendengaran manusia terbatas. Terkadang menyembunyikan isi hati bukan hanya tentang privasi. Namun mengenai tuntutan sopan santun, batas sungkan, dan saling menjaga perasaan, seolah menjadi kesepakatan yang tak tertulis di antara manusia.
و لقد خلقنا الأنسان في أحسن تقويم
"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Surah At-Tin: 4.
Komentar
Posting Komentar