Pelajaran Besar Dari Pengalaman Kecil
Bertahun lalu, saya sangat menginginkan satu paket buku ensiklopedia bernilai jutaan rupiah. Harganya terasa begitu besar, tidak hanya saat itu, bahkan hingga sekarang. Bayangan bisa membolak-balik halaman tebal, memajangnya di rak, dan kelak akan dibaca juga oleh anak-anak saya, rasanya seperti memiliki barang mewah yang sangat membanggakan.
Suatu hari saya iseng menulis status di Facebook, berandai-andai:
"Kalau punya uang tiga juta, jika dipakai beli HP, paling kesenangannya bertahan beberapa tahun saja. Namun jika dipakai untuk membeli buku, bisa awet puluhan tahun hingga anak-cucu."
Tak disangka, seorang kenalan berkomentar:
"Aku lebih milih beli HP, sih. Dipakai jualan, bisa dapat untung lalu baru beli buku."
Saya agak tercengang saat itu, melihat orang lain yang pandangannya begitu berbeda, dan menyuarakannya di “rumah” saya. Namun saya tidak membantah. Ia tidak salah. Ia seorang pedagang online, yang mungkin saat itu prioritasnya adalah menghasilkan rupiah. Mungkin buku belum menjadi minat ataupun kebutuhan besarnya. Berbeda dengan saya yang begitu menginginkan paket ensiklopedia tersebut, hingga andai punya uang, saya akan membelinya tanpa pikir panjang.
Dari sana saya sadar, bahwa dunia tidak selalu hitam-putih. Ada ruang abu-abu, tempat di mana setiap orang bisa punya pilihan sendiri. Kadang pandangan kita berbeda dari orang lain, namun tidak ada yang benar ataupun salah di antara kita. Hanya berbeda preferensi, berbeda prioritas, berbeda pilihan, berbeda sudut pandang.
Ada kalanya hal yang kita anggap paling berharga, tidak demikian di mata orang lain. Sebaliknya, hal yang orang lain pilih, bisa jadi tak kita lirik. Memahami dan memaklumi adalah salah satu jalan menuju kedewasaan. Begitulah dalam perjalanan hidup, kecuali dalam urusan agama yang terikat oleh dalil dan argumen yang jelas diturunkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dalam memilih hobi, mendidik anak, berprofesi, atau mengambil sikap dalam suatu keadaan, tiap orang bisa memiliki pandangan yang berbeda. Itu tidak berarti salah satu lebih benar dari yang lain.
Pada akhirnya, perbedaan bukan untuk diperdebatkan, melainkan untuk dipahami. Mari saling menghargai, melihat perbedaan sebagai variasi warna yang indah, selagi kita tetap memegang norma dan sopan santun yang berlaku. Tidak perlu menjatuhkan orang lain untuk menjadi lebih tinggi.
Semoga kita semua diberi hati yang lapang untuk menerima perbedaan, dan tetap teguh memegang nilai Islami dalam kehidupan.
Komentar
Posting Komentar