Hak, Adab, dan Hati yang Lapang

Pagi itu, Umar mendatangiku dan bertanya,

“Mah, siapa yang jemur selimut di jemuran depan?”

Aku tahu jawabannya, namun memilih untuk tidak menjawab agar Umar tidak melanjutkan perbincangan itu.

“Nggak tahu, Mar…”

“ART sebelah, Mah, yang jemur. Udah izin belum?”

“Belum, Mar. Nggak apa-apa, lagian Mama juga lagi nggak pakai.”

“Nggak bisa gitu, Mah. Harus tetap izin dong. Masa pakai jemuran orang sembarangan…”

Tak bisa dihindari, percakapan yang ingin kuhentikan sejak awal tetap bergulir.

Satu sisi, aku bangga dengan kepekaan Umar dalam menerapkan adab keseharian. Seperti yang pernah kuceritakan di tulisanku yang lain, bahkan kepada saudara sendiri pun kita wajib meminta izin jika ingin meminjam barang dan tidak mengguanaknnya sampai benar-benar diizinkan. 

Setidaknya aku tahu nilai itu sudah tertanam pada dirinya. Jadi wajar ia akan merasa risih dan heran ketika melihat ada orang yang tidak menerapkannya.


Namun di sisi lain, sebagai orang dewasa -dan mungkin pikiran banyak orang dewsasa lain- aku merasa tidak perlu mempermasalahkan hal itu. Jika jemuran depan dipakai tetangga, aku masih punya alternatif menjemur di teras. Jemuran depan yang langsung terkena matahari memang jarang kugunakan, agar warna pakaian tidak cepat pudar.


Aku menjelaskan kepada Umar bahwa kita tidak bisa mengontrol tindakan orang lain, apalagi bila yang bersangkutan sudah dewasa dan cukup umur untuk mempertimbangkan perbuatannya. Sebagai sesama orang dewasa, sikapku adalah berusaha menghargai pilihan orang lain selama hal itu tidak mengganggu atau merugikanku.

Aku tekankan padanya, yang bisa kita kendalikan hanyalah reaksi kita terhadap sikap orang lain.

Menegur orang dewasa pun tak bisa dilakukan sembarangan. Perlu melihat waktu, situasi, dan cara yang tepat.


Aku juga sampaikan pujianku, bahwa ia benar, seharusnya orang itu meminta izin. Begitulah yang selalu kuajarkan pada anak-anak, adab mendahului tindakan. Namun pada akhirnya, setiap orang dewasa berhak menilai sendiri apa yang perlu dan tidak perlu dilakukan.


Sebagaimana ART tetangga itu merasa tak perlu meminta izin, aku pun memilih untuk tidak menjadikan hal kecil itu sebagai ganjalan hati. Karena bagiku, kedewasaan juga berarti mampu memilih mana yang layak diperbesar, dan mana yang cukup dilepas dengan lapang.


Karena hati yang lapang selalu lebih meneduhkan daripada hak yang dipertahankan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Kata-Kata Bahasa Arab Sedih dan Artinya [+Gambar]

Renungan Anak Santri

35 Quotes About Love dan Artinya