Titik Nol

Beberapa waktu lalu, aku menatap sudut rumah yang penuh barang, lalu berpikir,

“Kapan ya aku punya ruang kerja yang tenang dan estetik biar semangat nulis? Meja yang menghadap jendela, dengan pemandangan indah yang membuat ide memenuhi kepala.”

Tapi hari itu, aku sadar sesuatu, mungkin bukan ruangnya yang perlu berubah, tapi caraku memulai.

Banyak orang ragu melakukan sesuatu karena merasa belum cukup ideal. Padahal, yang seharusnya dilakukan adalah memulai dengan apa yang sudah dimiliki.

Ingin mealprep, rasanya kurang afdol tanpa storage minimalis yang seragam.

Ingin jogging, tapi belum punya treadmill.

Ingin menulis jurnal, tapi merasa tak bisa seindah milik konten kreator di dunia maya.

Ingin memasak, tapi merasa dapur belum cukup estetik untuk menumbuhkan semangat.

Padahal, memulai dengan apa yang ada justru cara paling nyata untuk mensyukuri yang sudah ada.

Mulailah dengan tangan kosong, tapi niat penuh di hati.

Itu bentuk syukur yang bisa membuat hidup terasa lebih berarti.

Mungkin kita tidak sadar, bukan alatnya yang kurang, tapi pikiran kita yang terlalu rumit.

Kuncinya sederhana: menyederhanakan cara, bersikap qana’ah, dan mulai melangkah.

Tanpa treadmill, kita bisa berjalan mondar-mandir di rumah.

Tiga puluh menit, satu jam tak terasa lama kalau sambil mendengarkan murottal, ceramah, atau podcast yang menarik.

Menulis jurnal di buku tulis biasa pun bisa jadi pengalaman yang indah, asal dilakukan dengan mindfulness, penuh kesadaran dan kehadiran.

Mealprep pakai wadah bekas tak mengurangi kualitas makanan.

Memasak dengan peralatan sederhana tak membuat rasanya kehilangan makna.

Kita bisa mulai belajar, beribadah, atau berkarya dari hal-hal paling kecil dan sederhana.

Dalam proses yang sederhana, justru kita sering lebih mudah merasakan kehadiran Allah.

Kesederhanaan membuat kita lebih sadar, lebih penuh syukur, dan lebih jujur dengan diri sendiri.

Kadang, yang kita sebut keterbatasan justru perlindungan dari kesibukan yang tak perlu.

Ciptakan titik nol-mu. Mulailah dari sana untuk mencapai keinginanmu.

Jangan menunggu semuanya ideal, karena bahkan saat segalanya terlihat sempurna pun, belum tentu kau bisa menemukan titik nol itu.

Berapa banyak alat olahraga mahal yang hanya jadi gantungan baju, buku jurnal cantik yang bertumpuk dalam keadaan kosong, alat masak mahal yang jadi pajangan, dan storage estetik yang nertumpuk tak tersentuh.

Jika niat untuk melakukan tak tumbuh, semua barang “ideal” itu hanya akan menjadi clutter, sampah yang memberatkan, beban yang tak menambah makna.

Berbeda dengan memulai dari nol.

Saat kita benar-benar punya niat dan semangat, barang-barang yang dibeli sedikit demi sedikit, sesuai kebutuhan, akan menjadi ideal, karena benar-benar digunakan, bukan dipajang.

Memulai dengan apa yang ada bukan berarti menyerah, tapi tanda percaya pada proses.

Hidup tak menuntut versi “sempurna” dari kita, hanya versi yang mau berusaha hari ini.

Mungkin langkah paling kecil hari ini akan jadi awal dari banyak kebaikan yang tumbuh diam-diam.

Hidup ternyata tak menunggu seluruhnya lengkap, hanya butuh hati yang siap berjalan.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Kata-Kata Bahasa Arab Sedih dan Artinya [+Gambar]

Renungan Anak Santri

35 Quotes About Love dan Artinya