Lego, Mengasah Kreatifitas dan Belajar Letting Go

Di rumah kami, lego adalah permainan yang sulit ditolak anak-anak. Mereka bisa duduk berjam-jam merealisasikan imajinasi mereka tanpa gawai ataupun TV. Kadang dimainkan di rumah, kadang dibawa ke luar untuk dimainkan bersama teman-teman.

Sebagai orang tua, aku sangat suka melihat mereka tenggelam dalam dunia lego. Aku sering membelikan lego baru untuk merefill stok, agar mereka makin puas bermain.

Saat mereka bangga dengan hasilnya, mereka akan datang mempresentasikannya padaku. Sebagai orang dewasa, kadang bentuknya terlihat abstrak dan tidak mirip dengan cerita yang mereka sampaikan. Tapi sering juga terlihat rapi, detail, bahkan menakjubkan. Apa pun bentuknya, aku selalu menghargai dan memuji karya mereka. Kadang menanggapinya dengan pertanyaan kritis, kadang dengan candaan.

Masalah muncul ketika rasa sayang membuat mereka ingin memajang karya itu lama-lama. Tidak boleh dibongkar, tidak boleh diganggu, dan akan marah kalau ada yang menyentuh. Biasanya ini dilakukan oleh anak yang lebih besar.

Akibatnya, stok lego yang bisa dimainkan jadi berkurang. Keping yang tersisa tidak cukup untuk membuat bentuk baru. Anak yang lebih kecil sering mengeluhkan keterbatasan blok, bahkan kadang berantem karena berebut bagian yang tersisa.

Menurutku, lego adalah mainan yang dibongkar-pasang. Bukan pajangan permanen, kecuali set tertentu yang memang dibuat khusus untuk itu. Jika disimpan terlalu lama, ia hanya menjadi pajangan berdebu yang kehilangan fungsi utamanya.

Karena itu aku membuat aturan: lego yang sudah disusun tidak boleh disimpan terlalu lama, sebagus apa pun bentuknya. Jika ingin dikenang, boleh difoto. Setelah itu harus dibongkar dan dibuat ulang.

Sebetulnya, aturan ini pernah mengujiku sendiri.

Ada satu momen yang belum lama terjadi. Suatu sore, anakku baru selesai menyusun sebuah pesawat besar dari lego. Ia datang padaku dengan mata berbinar, memamerkan setiap sudut pesawat itu. Bentuknya detail, simetris, dan benar-benar bagus. Aku memujinya, dan diam-diam aku berkali-kali kembali melihat hasil karyanya saat pesawat itu dipajang.



Tapi aku tahu aturannya. Keesokan harinya, pesawat itu harus dibongkar. Ternyata, akulah yang diam-diam merasa berat.

Di situ aku sadar, aku yang harus belajar dari anakku tentang letting go.

Tentang bagaimana sesuatu tidak harus disimpan lama-lama untuk dianggap berarti.

Bahwa melepas bukan kehilangan, tetapi memberi ruang bagi hal baru untuk tumbuh.

Dari lego, aku ingin mengajarkan nilai melepas barang. Tidak semua yang disimpan itu baik. Kadang sesuatu justru semakin bernilai ketika ia kembali menjalankan fungsinya. Semakin lama barang disimpan tanpa digunakan, semakin hilang spark joy-nya, binarnya tak lagi ada. Pada akhirnya, ia hanya menjadi benda tak berarti yang berdebu dan murung di satu sudut rumah, terlupakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

15 Kata-Kata Bahasa Arab Sedih dan Artinya [+Gambar]

Renungan Anak Santri

35 Quotes About Love dan Artinya